Kamis, 18 Desember 2008

ILIENASI

filsafat itu indahANALISIS ARTIKEL
(Louis Dupre, Alienasi kultural dalam pemikiran Karl Marx)

I. Pengantar


Setelah kami mendiskusikan tema di atas, kami menulis kembali apa yang kami mengerti dari uraian yang ada dalam artikel yang kami diskusikan. Pendiskusian atas artikel ini sungguh menambah wawasan kami dan memberikan insight baru dalam memandang dan memahami pemikiran karl marx terutama tentang manusia yang berbudaya dari sudut pekerjaan. Bagi kami, Marxisme tidak sama dengan komunisme yang digagas oleh Lenin.Sehingga nama Marx tidak dipandang subversif. Kami memandang Marx dalam penegertian yang berbeda. Marx sebenarnya seorang humanis bukan komunis atau ateis.
Artikel ini merupakan tangggapan atas analisis Louis Dupre tentang marx dari sudut kebudayaan. Louis Dupre melihat pereduksian nilai budaya oleh karena manusia menyempitkan arti kebudayaan yang sesungguhnya. Namun bagi Frans Magnis Suseno alienasi kebudayaan adalah bagian kecil dari keseluruhan alienasi manusia. Dia menyebut dua bagian penting alienasi manusia yaitu dengan diri sendiri dan orang lain. Nampaknya, munculnya alienasi kebudayaan bersumber dari alienasi manusia dengan dirinya sendiri. Dimana manusia terasing dengan hasil kerjanya sendiri sebagai wujud kebudayaan.

II. Isi
Louis Dupre menganalisis pemikiran Marx yang dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul Marx’s Social Critique of cultural menyatakan bahwa pemikiran marx menyentuh esensi kebudayaan tertentu. Sehingga dapat dimengerti bahwa segala pemikiran Marx tentang manusia , pekerjaanya, dan keterasingan pasti dilatari oleh suatu pendapat tertentu tentang kebudayaan tertentu. Tetapi kami tidak mengetahui sumber analisis Louis Dupre atas Marx. Karena Marx menulis banyak buku dan tentang hal yang berbeda.
Pandangan Marx tentang manusia dapat dimengerti melalui filsafat pekerjaanya. Dan melalui pekerjaan inilah manusia dibedakan dari binatang. Ada empat hal yang dikemukakan Marx mengenai makna kerja bagi manusia; Pertama, pekerjaan merupakan pemenuhan kebutuhan manusia. Pekerjaanlah yang memungkinkan motivasi dasar manusia terpenuhi yaitu untuk memenuhi kebutuhan sampai ia mengalami kepuasan atau puncak homeostasis (Bdk, diktat psikologi Rm. Widjaka, CM). Kedua, pekerjaan merupakan realisasi potensi-potensi manusia. Manusia dianugerahi bakat dan kemampuan. Dan bakat serta kemampuan itu akan semakin hidup dan eksist apabila direalisasikan melalui pekerjaan. Manusia bergelut dengan alam untuk merealisasikan potensinya.Alam mendapat posisi penting bagi penggambaran dirinya Ketiga, manusia adalah mahluk sosial (Homo socius) bukan srigala bagi yang lain
( homo hominism lupus). Dan hal ini terjadi melalui pemaknaan diri manusia yang terjadi lewat pekerjaan. Pekerjaan menunjukan sosialitasnya berkenaan dengan penghargaan atas pekerjaan dan peneguhan atas dirinya. Orang lainlah yang mengapresiasikan hasil kerjanya bukan diri sendiri. Idealnya demikian. Keempat, pekerjaan manusia meninggalkan obyek-obyek sejarah. Manusia juga meninggalkan hasil kerja dan bekas kerjanya. Lebih dari itu manusia menghasilkan kebudayaan.
Namun oleh karena adanya dominasi kaum bermodal, maka para pekerja yang sering disebut buruh itu teralienasi dengan dirinya sendiri karena pemaknaan atas kerja tidak sampai kepada keempat makna di atas. Manusia tidak menikmati hasil kerjanya dan adanya jurang pemisah antara pekerja itu sendiri dengan para pemilik modal.Dominasi kaum kapitalislah yang menjadi penyebab keterasingan manusia dengan diri dan sesamanya. Ketika jurang pemisah ada, maka ia mengalami keterasingan dengan sesamanya yaitu dengan para pemilik modal yang mempekerjakan mereka. Kemudian hasil kerjanya tidak meemberikan peneguhan atas keberadaanya.
Berkenaan dengan kebudayaan, Marx memandang kebudayaan sebagai hasil realisasi diri manusia dalam sejarah kehidupannya. Dan kebudayaan itu adalah totalitas aktifitas manusia yang melampaui dirinya dan hal ini ditandai dengan pekerjaan.Dan Marx menekankan pekerjaan yang memanusiawikan manusia bukan melepaskan eksistensi manusia dalam sistem upahan . Di sini martabat manusia dihargai.
Ketika penulis artikel membicarakan tentang Materialisme historis Marx, kami mengalami kesulitan untuk memahami bagian ini. Tetapi kami bisa menangkap sesuatu yang penting sebagai kata kunci bahwa pandangan itu mennyangkut hal-hal (materi) pokok yang menentukan perkembangan sejarah. Marx mengatakan bahwa perkembangan sejarah dan masyarakatlah yang menetukan kesadaran sosial seperti hukum dan politik bukan sebaliknya.
Sampai pada inti permasalahan mengenai alienasi kultural, kami memahami bahwa kebudayaan yang diartikan sebagai totalitas aktifitas manusia ternyata mengalami penurunan makna. Hal ini terjadi karena kebudayaan hanya dipersempit pada hal seni dan tari . Ternyata kebudayaan itu sangat luas cakupannya. Dari situ terjadi pemisahan antara yang kaya dan miskin. Pemisahan ini terjadi karena latar belakang ekonomi untuk menyabet nilai seni dan tari sebagai obyek pereduksian atas nilai kebudayaan yang sebenarnya memiliki keluasan cakupan.

III. Tanggapan
Kami kembali ke latar belakang pemikiran Marx untuk menanggapi isi artikel ini. Pemikiran Marx berlatarkan pada konteks tertentu pada zamannya. Zaman Marx ditandai oleh dominasi kaum bermodal dalam produksi. Para pemilik modal memiliki kekuasaan untuk menyabet pekerja dan memperlakukan mereka sesuka hati. Dalam hal ini terciptalah ketidakadilan dalam masyarakat. Kaum buruh dipandang sebagai aset untuk memajukan produksi . Tetapi hal itu tidak memeperhitungkan nilai kemanusiaan para buruh.
Artikel ini mengupas tentang alienasi kebudayaan. Namun kami mengalami kebingungan karena marx sendiri tidak pernah memikirkana tentang penurunan makna kebudayaan dalam seni dan tari tetapi dalam konteks pekerjaan manusia. Yang sebenarnya yang disoroti adalah adanya penurunan makna kebudayaan dalam konteks modern bukan dalam seni dan tari tetapi dalam konteks pekerjaan dewasa ini. Tentang bagaimana manusia berhadapan dengan dunia kerja dan kinerja pekerjaan yang mereka alami.

IV. Kesimpulan
Tinjauan artikel ini sangat sistematis dan kritis. Namun tidak koheren dengan keaslian pemikiran Marx dalam alienasi. Bagi Marx alienasi itu muncul karena dominasi kaum bermodal (kapitalis) dalam produksi. Dan kebudayaan adalah hasil produksi karena merupakan realisasi potensi diri manusia. Kebudayaan itu mengalami keterasingan karena kebudayaan tidak berada pada makna yang sebenarnya bukan pada seni dan tari tetapi dalam perealisasian potensi manusia lewat pekerjaan.
Namun dalam artikel ini kebudayaan mengalami pereduksian makna dalam bidang seni dan tari. Ketika seni dan tari itu terdiri atas bagian yang mahal dan murah, maka muncul perbedaan kelas sosial yaitu mereka yang tertarik pada seni dan tari yang mahal dan yang mampunya hanya pada yang murah saja. Muncul jurang pemisah dalam masyarakat.
filsafat itu indah



GELISAH

Memikirkan kehidupan adalah kegelisahan yang normal dalam ziarah hidupku. Menjadi sebuah kegelisahan normal kerena hal itu merupakan bagian dan identitas hidupku yang sedang berziarah. Aku tidak layak menghidupi kehidupanku kalau aku tidak memikirkannya. St. Agustinus dalam bukunya Conffesiones mengungkapkan tentang keberadaan hidupnya di hadapan Allah (Gelisah hatiku sebelum beristirahat padaMu). Ia memikirkannya dengan penuh “gelisah”.
Hidupku memiliki aneka warna yang menarik untuk ditatapi sekaligus diratapi kalau hal itu memungkinkan. Ada kesenangan dan ada pula penderitaan. Ketika aku berhadapan dengan sang duka atau penderitaan, aku ditantang dan dicobai sejauh mana aku tetap menjadi pribadi yang tegar dan kuat di tengah pengalaman itu. Atau sebaliknya, saya terkapar dalam ketakberdayaanku sebagai manusia yang terbatas. Ketakberdayaan itu terjadi ketika aku tidak memiliki energi untuk berproses menuju kemerdekaan sejati guna mendapatkan kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan bagiku bukanlah hal yang bertentangan dengan penderitaan atau bukan juga bersinonim dengan kesenangan. Kebahagiaan adalah kolaborasi yang sangat indah antara keduanya yaitu penderitaan dan kesenangan. Oleh karena penderitaan adalah bagian dari hidup yang tak terelakan dari posisi manusia yang sedang bergulat dengan hidupnya. Hidup akan mendapatkan maknanya yang utuh apabila ada derita yang turut membetuknya. Namun hanya dengan sebuah penghayatan yang penuh atas penderitaan kita bisa menimbah harta yang berlimpah daripadanya. Namun tak jarang aku berteriak histeris untuk menolak kedatangannya. Aku menuntut dan menggerutu serta mengomel, mengapa harus “aku”? Mengapa harus terjadi padaku dan bukan pada “dia” atau “mereka” yang lain. Tetapi semua ocehan itu tidaklah menjadi lebih berarti ketka muncul kesadaran bahwa itulah aku. Aku harus mengalaminya dan menerima semuanya sebagai kenyataan hidup dan menaruhnya sebagai rencana terbesar dari Tuhan sehingga bukan hanya sebagai kenyataan hidup tetapi kenyataan iman. Ketika aku bertanya, mengapa bukan pada dia atau mereka, aku menjadi pribadi yang jauh dari kodratku sebagai manusia yang hidup karena iman serta nampak bahwa aku tidak emiliki atnggung jawab penuh atas hidup ini..
Ketika aku melihat kembali pengalaman pahit dari hidupku dalam terang iman, aku menemukan bahwa itulah salib. Salib bukanlah suatu materi tetapi keadaan hidup. Dan serentak di saat itu pula aku mengkategorikan salib-Salib itu sebagai bentuk anugerah dan yang diciptakan sendiri. Bagaimanapun, tidak semua pengalaman pahit atau penderitaan hidup disebut salib. Salib bukanlah sebuah kretifitas manusia yang tercipta berkat keteledoran hidup. Salib adalah anugerah dari Dia ketika kita mencari arti hidup sesungguhnya.
Dalam refleksi pribadiku, ada tiga hal penting yang dijadikan sebagai semangat hidup baru dari penghayatan pribadiku akan salib yang aku hadapi dan alami.
@ Salib mengandaikan adanya Tuhan yang membangunkan aku dari tidur . Dia membuat aku terjaga dan menyadari bahwa aku ada.
@ Salib mengandaikan adanya cinta yang membentuk hidupku
@ Salib mengandaikan adanya pengetahuan yang membawa aku kepada pemaknaan yang lebih mendalam tentang hidup.
Jadi salib adalah augerah yang membuat aku sadar akan diriku yang sedang hidup oleh cinta dan karena cinta serta memberitahu kepadaku tentang arti hidup.
. TIADA SALIB ITULAH SALIB . HIDUPLAH YESUS, HIDUPLAH SALIBNYA .


BY: MONCE, SY

CONFFESIONES

filsafat itu indah
filsafat itu in


.MANUSIA DAN FILSAFAT
PEKERJAAN MENURUT MARX
Oleh: Wilhelmus syukur ( monce)

Pengantar

Di Indonesia nama marx identik dengan komunisme dan bahkan kadang-kadang dengan tindakan subversif. Namun mungkin kita harus mengetahui bahwa istilah marxisme tidak sama dengan komunisme.[1] Tidak pernah juga nama tersebut dikaitkan dengan suatu konsep budaya tertentu ataupun kritik kebudayaan. Padahal sebenarnya, ketika Marx berbicara tentang pekerjaan dan keterasingan manusia karena pekerjaannya, sungguh menyentuh bagian integral dari kehidupan manusia. Ketika kita bersinggungan dengan manusia , maka kita membahas tentang manusia yang berbudaya. Dan ketika manusia itu adalah mahluk pekerja, maka hasil pekerjaan itu sendiri merupakan sebuah kebudayaan. Karena kebudayaan adalah realisasi diri manusia atas potensinya sebagai manusia dalam dimensi sosio- historisnya[2].
Pemikiran Marx tentang manusia dan keterasinganya karena pekerjaan dilatari oleh budaya tertentu yang ada dan terjadi di zamannya. Dan kita tahu bahwa marx mengeluarkan kritik atas pekerjaan manusia karena adanya tindakan yang kurang humanistis dari kaum prolektar bagi para pekerjanya. Manusia adalah mahluk pekerja. Namun yang dituntut dari Marx adalah adanya pekerjaan yang manusiawi yang dilawankan dengan pekerjaan upahan.

Manusia yang bekerja

Keterasingan dalam pekerjaan adalah dasar dari keterasingan hidup manusia karena menurut Marx, pekerjaan adalah tindakan manusia yang paling dasar. Dalam segala pekerjaan, manusia membuat dirinya menjadi nyata. Kita juga harus bertanya mengapa manusia harus bekerja padahal binatang tidak? Tentu karena binatang langsung dapat memenuhi kebutuhannya dari alam sedangkan manusia harus menggunakan segala budi dan potensinya untuk mengolah alam agar kebutuhannya terpenuhi.
Pandangan Marx tentang manusia dapat dilihat dalam filsafat pekerjaannya. Manurut Marx yang membedakan manusia dan binatang secara khusus adalah pekerjaannya. Ada empat hal yang menjadikan pekerjaan sebagai aktifitas manusia yang bermakna.
Pertama, pekerjaan merupakan pemenuhan kebutuhan manusia. Manusia tidak seperti binatang yang secara langsung memenuhi kebutuhannya dari alam. Untuk memenuhi kebutuhannya manusia harus bekerja. Dan pekerjaan yang dilakukan ialah mengolah alam dan mengambil hasil olahannya atas alam menjadi pemenuhan kebutuhannya. Dalam hal ini manusia adalah bagian integral dari alam . Manusia memang mahluk alamiah, namun sekaligus melampaui yang alamiah karena mengangkat dirinya dengan pekerjaan.
Kedua, pekerjaan merupakan realisasi potensi-potensi diri manusia. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa muara dari potensi-potensi manusia dalam kebudayaan dapat dikristalisasi dalam tiga potensi yaitu potensi kognitif, potensi evaluatif, dan potensi ekspresif. Ketiga potensi ini justru nampak jelas dalam piranti pekerjaan. Pekerjaan yang membuat ketiga potensi ini menjadi bagian yang tampak dari manusia yang pada gilirannya membangun kehidupan. Dalam bekerja manusia mengobjektivasikan dirinya sendiri ke dalam alam. Gambaran diri dalam alam itu membenarkan keberadaan dirinya dan mengangkat kesadaran serta pengenalan dirinya ke taraf yang lebih tinggi.
Ketiga, pekerjaan menunjukan aspek sosialitas manusia. Manusia adalah mahluk sosial. Dan adanya bersama dengan orang lain membantu dia untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu ia membutuhkan pengakuan orang lain atas hasil kerjanya. Pengakuan atas hasil kerja dan penerimaan dirinya meneguhkan keberadaannya di dunia.
Keempat, Pekerjaan sebagai pembentuk sejarah manusia. Ketika manusia bekerja, ia meninggalkan hasil dan bekas-bekas kerjanya. Hal itu akan menghasilkan kebudayaan dan membangun sejarah manusia.

Keterasingan dalam pekerjaan

Kalau pekerjaan merupakan sarana perealisasian diri manusia,seharusnya bekerja mesti menggembirakan. Namun faktanya bahwa pengalaman manusia dalam bekerja malah sebaliknya. Kebanyakan orang khususnya kaum buruh hanya berada di bawah kekuasaan kaum kapitalis, pekerjaan bukan merealisasikan hakekat kemanusiaan mereka melainkan justru membuat mereka terasing dengan dirinya ( Self alienation )[3] dan sesama ( social alienation)[4].Penyebab keterasingan itu menurut Marx ada dalam sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis orang tidak bekerja secara bebas dan universal. Mereka melakukannya secara terpaksa sebagai syarat untuk bisa hidup. Jadi pekerjaan tidak mengembangkan melainkan mengasingkan.
Pertama, karena pekerjaan, manusia teralienasi dengan dirinya sendiri. Pekerja merasa terasing dari produknya. Hasil kerja bukan lagi menjadi sumber perasaan bangga, mencerminkan kecakapan dan meneguhkan keberadaanya. Karena hasil kerja merupakan obyetifasi dari pekerjaan. Tetapi sebaliknya yang terjadi bahwa sebagai buruh upahan ia tidak memiliki hasil pekerjaannya. Hasil kerjanya adalah milik pemilik pabrik. Karena hasil kerja itu terasing darinya, maka tindakan bekerja itu menjadi tidak berarti baginya. Pekerjaan bukan menjadi pelaksanaan hakikatnya yang bebas dan universal . Namun pekerjaan malah menjadi pekerjaan karena terpaksa. Benar kalau Marx mengatakan bahwa si pekerja baru merasa ada pada dirinya jika tidak bekerja. Dan sebaliknyapun ketika ia bekerja malah membawa dia jauh dari dirinya sendiri. Ia tidak bisa bekerja menurut dorongan batin dan hasratnya untuk bekerja tetapi harus siap menerima pekerjaan apa saja dari pemilik modal . Bahkan dalam bentuk paksaan.
Kedua, pekerjaan manusia membuat dirinya terasing dari sesamanya. Ketika hakikatnya sebagai manusia terasing, maka secara otomatis ia menjadi terasing dengan orang lain. Yang dimaksud dengan keterasingan yang terjadi karena pekerjaan upahan adalah hilangnya martabat manusia yang manusiawi dan segi sosialnya tercerabut dari hakikatnya sebagai mahluk sosial. Ia menjadi terlantar. Manusia menjadi terlantar disebabkan oleh jurang pemisah yang sangat transparan antara pekerja dan pemilik modal. Munculnya pembagian kelas sosial yang amat tajam dalam kehidupan. Dan pembagian kelas inilah yang juga disoroti Marx dalam kritik sosialnya .

Logika marx

Sebenarnya sudah ada kaum sosialis sebelum Marx yang menyerukan hal yang serupa. Namun mereka semua tidak sepopuler Marx. Dalam bukunya yang berjudul Das capital, marx menyeringkan kepedulian sosialnya. Ia mengkritisi dominasi kaum bermodal dalam produksi yang menjadi penyebab utama terjadinya keterasingn manusia.
Pandangan Marx tentang ketersingan mau menyanggah pendapat Freubach[5] tentang hal serupa. Bagi Freubach, penyebab keterasingan manusia adalah “agama” yang dianut dan diinterpretasi secara kaku oleh kaum agamis. Tetapi bagi Marx penyebab pertamanya adalah “dominasi kaum bermodal dalam produksi”. Agama bagi marx hanyalah penyebab sekunder bukan penyebab primer munculnya keterasingan.
Pekerjaan manusia bagi marx tidak membahagiakan tetapi membuat manusia terasing dengan dirinya dan terputusnya relasi sosial dengan sesama. Pekerjaan yang memiliki syarat makna bagi manusia sungguh kehilangan makna ketika pekerjaan itu tidak mempertimbangkan martabat manusia. Pekerjaan upahan tidak meneguhkan keberadaan manusia tetapi membuat keberadaannya hancur.

Penutup

Marx melihat pekerjaan manusia dalam keseluruhan hidup manusia. Ia berpendapat bahwa, dari segi hakikatnya manusia adalah mahluk pekerja. Kerja menetukan dasar martabat manusia karena itu harus juga mendasari penilaian masyarakat. Pekerjaan seharusnya meneguhkan keberadaannya sebagai manusia yang bermartabat, bukan sebaliknya. Marx memperhatikan masalah kemanusiaan.
Pada zaman modern ini, kritikan Marx masih aktual sekali. Gejala yang muncul dalam dunia kerja di zamannya tak ada bedanya dengan situasi yang terjadi dewasa ini. Kalau kita mendengar nasib para pekerja kita di luar negeri ( Para TKI dan TKW) sungguh menyedihkan. Mereka hanya menerima sedikit dari apa yang mereka kerjakan. Selain itu di negeri kita sendiri saya melihat sebuah bentuk alienasi pada diri sopir taksi atau angkutan kota ( angkot). Prinsip hidup mereka adalah start, stir, dan stor. Segala hasil pekerjaan mereka hanya menjadi milik para agen atau boss di mana mereka bekerja. Di sini keadilan tidak tampak.



SUMBER BACAAN

Brewer, Anthony. 1999. Kajian kritis DAS KAPITAL KARL MARX. Deplok press; Jakarta
Hardiman, F. Budi. 2004. Filsafat modern. Jakarta; Gramedia
Suseno, Frans. Magniz. 2000. Pemikiran Karl Marx. Jakarta; Gramedia
Veger, K. J. 1998 .Manusia dalam lingkungannya. Jakarta; Gramedia
Majalah “BIDUK” Seminari tinggi Ritapiret – Ledalero, Edisi III. 2006













































































[1] Komunisme adalah nama gerakan kaum komunis, Komunisme merupakan sebuah partai politik yang dipimpin oleh Lennin. ( Suseno, frans Magnis.1999. Pemikiran Karl Marx.Gramedia ; Jakarta.)
[2] Definisi ini dikutip dari sebuah artikel yang kami diskusikan dalam matakuliah Fisafat yunani yang berjudul Louis Dupre; alienasi cultural dalam pemikiran Marx oleh R.Haryono Imam.
[3] Bdk. Majalah biduk,seminari tinggi ritapiret. Hal 8edisi III 2006.
[4] Marx dan hegel mempunyai pandangan yang berbeda dalam memecahkan masalah alienasi. Hegel menyelesaikannya dengan jalan memahami dan refleksi. Sedangkan Marx akan diakhiri melalui penghapusan hak milik atau lewat praksis. ( Hardiman, F. Budi, 2004. Filsafat modern . Jakarta. Gramedia.).
[5] Ibid.195.dah

Rabu, 17 Desember 2008

TUHAN DAN KEJAHATAN

MALUM ATAU EVIL ATAU KEJAHATAN

Ada atu being atu esse dalam propriets atau karakter atau kekayan yang dimilikinya adalah transendental. Ada itu baik. Segala apa yang ada itu baik . atau sejauh ada, maka itu baik. Apa itu kejahatan? Dan apakah kejahatan itu ada? Pertanyaan apakah kejahtan itu ada gampang dijawab. Dari relitas, bisa dijawab bahwa kejahatan itu ada, misalnya teror bom yang mematikan banyak orang. Akan tetapi teror itu bukan bagian dari kodrat manusia artinya bahwa kejahatan itu melawan kodrat manusia.
Kemudian muncul pergulatan diantaranya : pertama, kejahatan itu melukiskan bahwa hidup itu fana. Kedua, ketika Tuhan menciptakan manusia, Tuhan begitu puas karena kehadirannya begitu mempesona yaitu baik adanya. Ternyata ciptaan Tuhan yang baik adanya itu menjadi agen dari kejahatan.
Sehingga pertanyaannya bukan sekedar siapakah manusia tetapi mengapa Tuhan yang menciptakan manusia begitu indah ternyata dari ciptaan ini tercipta atau terproduksi kejahatan. Hal ini juga menyentuh eksistensi Tuhan sendiri.
Persoalan di atas dirumuskan secara indah oleh epukuros atau epikurian mengenai kejahatan. Bisakah akal budi menangkap bahwa ada Tuhan sebagai prinsip kebaikan tetapi ada juga manusia yang menjadi agen kejahatan. Apakah Tuhan itu ada?
- jika Tuhan itu ada tapi pada saat yang sama Tuhan tidak bisa mengalahkan kejahatan, maka Tuhan itu bukan Mahakuasa.
- Jika Tuhan itu ada tetapi Dia sebenarnya mampu namun tidak mau, maka Tuhan itu jahat. Sehingga konsekuensi lanjutnya adalah Dia bukan Tuhan.
- Jika Tuhan itu tidak mampu dan tidak mau, maka Tuhan itu tidak ada.
- Atau Tuhan itu mau dan mampu mengalahkan kejahatan. Jadi di manakah Tuhan?
Ivan karamozov yang prihatin dengan penderitaan anak-anak mengatakan: kalau anak-anak itu menderita iu bukan kesalahannya yang bukan karena keputusannya. Sehingga di sini penderitaan anak kecil itu menggetarkan. Selain perkara bahwa anak kecil yang belum bisa apa-apa sudah menanggung penderitaan. Sehingga pemerintah perlu membuat UU perlindungan anak2.
Dia mengatakan bahwa saya tidak yakin bahwa ada Tuhan kalau anak2 kecil ini menderita. Dia juga tidak bisa mengatakan bahwa Tuhan menjanjikan surga tetapi sekaligus membuat anak2 menderita.
Thomas Aquinas merumuskan: jika kejahatan ada, maka eksistensi Tuhan sepertinya dipertaruhkan atau diragu-ragukan.
Rasionalisasi dari perumusan2 ini: -dapatkah diterima secara rasional ketika kejahatan ada itu secara otomatis bertabrakan dengan eksistensi Tuhan? Cth. Ada busung lapar, kecelakaan pesawat. Dapatkah dikatakan bahwa eksistensi Tuhan dpertaruhkan?
Ketika ada kejahatan muncul pertanyaan di manakah Tuhan? Akan tetapi muncul pertanyaan baru bahwa darimanakah pertanyaan itu berasal? Karena pada saat yang sama ada begitu banyak orang yang mengusir Tuhan dari rumahnya atau dari gerejanya. Dengan kata lain dalam refleksi ini mau mengatakan bahwa ketika ada bencana ada pertanyaan di manakah Tuhan tetapi ketika dalam keadaan senang dan bahagia tidak ada lagi pertanyaan di manakah Tuhan. Yang ada hanyalah sikap penolakan terhadap Tuhan itu sendiri.
Realitas kemiskinan yang terjadi atau krisis yang menimpa dunia dewasa ini, patut ditanyakan bahwa di manakah Tuhan ? Apakah Tuhan masih ada. Jawabannya adalah memang Tuhan ada dan terus ada. Dia itu akan nampak keberadaaanya kalau kita beinisiatif untuk keluar dari diri dam menolong mereka.
Maka kesimpulannya adalah rasionalkah bahwa ketika kejahatan ada dan Tuhan ada kemudian ditanya eksisitensinya?
Mengapa Tuhan membiarkan anak cacat itu lahir? Kata Tuhan membiarkan , mengijinkan atau kalimat mengapa tidak mencegah ombak besar. Kalimat atau kata itu merupakan kalimat atau kata2 yang secara konkret merupakan keluhan hati yang secara logika tidak tepat. Tuhan menciptakan manusia dengan hukumnya sendiri dan dari sendirinya hukum itu baik. Tuhan menciptakan mengandaikan ada seperangkat hukum sehingga kita itu baik adanya. Pada saat yang sama kita dibangun oleh orang lain.
Eksistensi manusia itu indah. Mengapa ada anak2 cacat tentu karena kreasi hukum2 ciptaan itu. Sehingga keburukan atau kecacatan itu tidak menabrak eksistensi Tuhan.

Metafifika Thomas Aquinas mengenai kejahatan. Ia mengatakan , pertanyaannya kalau demikian halnya, apakah kejahatan itu? Dan Thomas Aquinas menjawab kejahatan itu ada tetapi bukan menegasi adanya Tuhan. Kejahatan itu merupakan prifasi atau kekurangan atau ketercabutan dari kebaikan.
Relevansi:
ada begitu banyak orang yang berbalik dari kepercayaannya kepada Tuhan karena salah kaprah dalam memahami kejahatan dan adanya Tuhan. Mereka tidak percaya lagi kepada Tuhan karena kejahatan itu ada bahkan dikatakan sebagai produksi atau ciptaan Tuhan sendiri.
dalam karya pastoral perlu hal ini dijelaskan
sebagai seorang religius, kita memiliki hakekat panggilan yaitu menjadi manusia bagi Tuhan dan bagi sesama. Tuhan itu akan nampak keberadaaNya kalau kita berani mengatakan inilah Tuhan kepada orang lain lewat sikap kita dalam menolong orang lain yang sedang berada dalam kegelapan. Perbuatan kita berkata lebih keras daripada hanya berkata-kata.