Kamis, 18 Desember 2008

filsafat itu indah



GELISAH

Memikirkan kehidupan adalah kegelisahan yang normal dalam ziarah hidupku. Menjadi sebuah kegelisahan normal kerena hal itu merupakan bagian dan identitas hidupku yang sedang berziarah. Aku tidak layak menghidupi kehidupanku kalau aku tidak memikirkannya. St. Agustinus dalam bukunya Conffesiones mengungkapkan tentang keberadaan hidupnya di hadapan Allah (Gelisah hatiku sebelum beristirahat padaMu). Ia memikirkannya dengan penuh “gelisah”.
Hidupku memiliki aneka warna yang menarik untuk ditatapi sekaligus diratapi kalau hal itu memungkinkan. Ada kesenangan dan ada pula penderitaan. Ketika aku berhadapan dengan sang duka atau penderitaan, aku ditantang dan dicobai sejauh mana aku tetap menjadi pribadi yang tegar dan kuat di tengah pengalaman itu. Atau sebaliknya, saya terkapar dalam ketakberdayaanku sebagai manusia yang terbatas. Ketakberdayaan itu terjadi ketika aku tidak memiliki energi untuk berproses menuju kemerdekaan sejati guna mendapatkan kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan bagiku bukanlah hal yang bertentangan dengan penderitaan atau bukan juga bersinonim dengan kesenangan. Kebahagiaan adalah kolaborasi yang sangat indah antara keduanya yaitu penderitaan dan kesenangan. Oleh karena penderitaan adalah bagian dari hidup yang tak terelakan dari posisi manusia yang sedang bergulat dengan hidupnya. Hidup akan mendapatkan maknanya yang utuh apabila ada derita yang turut membetuknya. Namun hanya dengan sebuah penghayatan yang penuh atas penderitaan kita bisa menimbah harta yang berlimpah daripadanya. Namun tak jarang aku berteriak histeris untuk menolak kedatangannya. Aku menuntut dan menggerutu serta mengomel, mengapa harus “aku”? Mengapa harus terjadi padaku dan bukan pada “dia” atau “mereka” yang lain. Tetapi semua ocehan itu tidaklah menjadi lebih berarti ketka muncul kesadaran bahwa itulah aku. Aku harus mengalaminya dan menerima semuanya sebagai kenyataan hidup dan menaruhnya sebagai rencana terbesar dari Tuhan sehingga bukan hanya sebagai kenyataan hidup tetapi kenyataan iman. Ketika aku bertanya, mengapa bukan pada dia atau mereka, aku menjadi pribadi yang jauh dari kodratku sebagai manusia yang hidup karena iman serta nampak bahwa aku tidak emiliki atnggung jawab penuh atas hidup ini..
Ketika aku melihat kembali pengalaman pahit dari hidupku dalam terang iman, aku menemukan bahwa itulah salib. Salib bukanlah suatu materi tetapi keadaan hidup. Dan serentak di saat itu pula aku mengkategorikan salib-Salib itu sebagai bentuk anugerah dan yang diciptakan sendiri. Bagaimanapun, tidak semua pengalaman pahit atau penderitaan hidup disebut salib. Salib bukanlah sebuah kretifitas manusia yang tercipta berkat keteledoran hidup. Salib adalah anugerah dari Dia ketika kita mencari arti hidup sesungguhnya.
Dalam refleksi pribadiku, ada tiga hal penting yang dijadikan sebagai semangat hidup baru dari penghayatan pribadiku akan salib yang aku hadapi dan alami.
@ Salib mengandaikan adanya Tuhan yang membangunkan aku dari tidur . Dia membuat aku terjaga dan menyadari bahwa aku ada.
@ Salib mengandaikan adanya cinta yang membentuk hidupku
@ Salib mengandaikan adanya pengetahuan yang membawa aku kepada pemaknaan yang lebih mendalam tentang hidup.
Jadi salib adalah augerah yang membuat aku sadar akan diriku yang sedang hidup oleh cinta dan karena cinta serta memberitahu kepadaku tentang arti hidup.
. TIADA SALIB ITULAH SALIB . HIDUPLAH YESUS, HIDUPLAH SALIBNYA .


BY: MONCE, SY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please..comment