Rabu, 21 Januari 2009

REALITA PINDAH AGAMA KAUM MUDA KATOLIK

filsafat itu indahRANCANGAN PENELITIAN
TENTANG
REALITA PINDAH AGAMA DARI KAUM MUDA KATOLIK

I. PENGANTAR

Kaum muda adalah orang yang berada pada batas usia tertentu. Dan di manapun, sosok pemuda selalu menarik perhatian banyak orang. Orang tidak hanya menyebut adanya kaum muda, tetapi selalu disertai dengan segala masalah dan persoalan yang menghinggapi kehidupan mereka. Ada anggapan bahwa kaum muda adalah sosok yang sangat menentukan adanya masa depan yang meyakinkan serta penuh harapan. Kaum muda tidak hanya ada dan hadir , tetapi banyak pihak yang menaruh harapan kepada mereka.
Masa muda adalah masa transisi dan pada saat ini mereka mencari identitas diri mereka yang sesungguhnya. Karena mereka sedang mencari identitas, maka tak jarang mereka selalu memberdayakan segala sesuatu untuk menemukan siapa diri mereka sesungguhnya berhadapan dengan sesama, dunia dan alam semesta. Mereka berusaha agar meraka ada dan bukan sekedar ada tetapi keberadaan mereka diperhitungkan serta diterima oleh orang lain. Mereka berusaha merasa diterima dalam arti bahwa keberadaan mereka diperhitungkan oleh orang lain. Ketika mereka diperhitungkan, maka muncul rasa betah yang membuat mereka tidak mau lari menjauh dan merasa bahwa inilah tempat tingal mereka untuk meletakan hidup dan mengekspresikan segala daya yang mereka miliki.
Dalam kehidupan menggereja , yang dimaksud dengan gereja adalah semua umat beriman dan kaum muda juga termasuk di dalamnya. Kaum muda adalah kumpulan pribadi dari keluarga-keluarga yang sering disebut sebagai gereja kecil sebagai tempat bertumbuh dan berkembangnya gereja dalam arti yang lebih luas yaitu suatu lembaga yang mewadahi kebutuhan kaum beriman untuk mengaktualisasikan imanya dalam bentuk ibadat dan liturgi serta kegiatan-kegiatan lainnya.
Aguste comte yang digelar sebagai Bapa sosiologi mengungkapkan inti dari masyarakat. Bagi Comte, inti dari masyarakat itu adalah keluarga, gereja dan komunitas. Dalam ketiga pilar ini, egoisme individu dapat dikontrol oleh rasa cinta, kewajiban, tanggung jawab, saling menghargai dan saling percaya. Pendapat aguste comte ini meneguhkan peneliti untuk meneliti keberadaan gereja dan situasi yang dialami oleh umat dalam kehidupan menggereja. Dalam hal ini adalah kaum muda. Oleh karena kaum muda bukan umat yang berada di luar gereja, tetapi mereka adalah bagian dari gereja atau dalam arti yang lebih dalam bahwa mereka adalah gereja itu sendiri.

II. POKOK PERMASALAHAN
Kaum muda adalah penerus atau pawaris masa depan gereja. Gereja masa depan ada di pundak kaum muda sekarang. Gereja dalam hal ini harus membuat mereka merasa betah dan merasa sebagai warga gereja . keaktifan mereka dalam kehidupan menggereja tergantung pada cara gereja ( pemimpin gereja) mengakomodasi mereka untuk memasukan mereka ke dalam sisi terdalam dari gereja. Di sini kaum muda harus merasa disapa yang membuat mereka sadar bahwa mereka bukan sebagai pribadi pasif dalam menggereja, tetapi pribadi yang aktif . Keaktifan mereka tampak dalam cara mereka menghayati hidup sebagai anggota gereja yang penuh. Namun persoalan yang muncul adalah bahwa mereka merasa kurang di sapa dan tidak mendapat pelayanan yang bersifat pengayoman serta tidak membuat mereka merasa betah. Liturgi sangat menjenuhkan, membosankan dan kurang gaul, katanya.
Pada masa-masa di mana mereka berusaha untuk menemukan jati diri dan karakter pribadi yang sesungguhnya, mereka bergabung dalam suatu organisasi yang mefasilitasi mereka untuk mencapai tujuan yang mereka cita-citakan. Ketika mereka berusaha mencari jati diri, mereka tidak takut mengekspresikan diri sedemikian rupa. Dan pada taraf ini mereka tidak hanya berusaha sendiri, tetapi harus ada pihak ketiga yang menghantar mereka untuk mencapai tujuan itu. Dan karena mereka adalah anggota gereja, maka gereja harus memberi tempat bagi mereka agar mereka dengan leluasa mengekspresikan diri termasuk iman mereka. Namun kenyataannya, gereja belum memberikan tempat yang cukup bagi mereka agar mereka mengekspresikan diri dan iman sesuai konteks dan jaman yang sedang berjalan bersama mereka. Tampaknya gereja belum peka akan jeritan kaum muda untuk menemukan siapa diri mereka ketika menceburkan diri dalam gereja katolik untuk bergulat bersama umat yang lain dari berbagai usia dan golongan. Gereja masih memegang prinsip lama serta tidak membaharui diri agar wajahnya berubah menjadi baru serta menarik untuk diikuti. Dalam konteks gereja yang demikianlah kaum muda merasa tidak diberi tempat untuk mengeluarkan semua daya dan kemampuan mereka dengan harapan bahwa mereka bisa berseru “ kami bisa”.

III. HIPOTESA PERMASALAHAN

1. Pemimpin gereja kurang memahami psikologi kaum muda dalam hidup menggereja
Paradigma yang muncul dalam hipotesa ini adalah paradigma konflik. Konflik yang muncul adalah perbedaan latar belakang psikis antara kaum muda yang sedang berada dalam masa transisi dan para pemimpin gereja yang sudah berada dalam “kemapanan” psikologis. Pemimpin gereja harus mengetahui maunya kaum muda dalam kehidupan menggereja bukan maunya pemimpin gereja bagi kaum muda dalam menggereja. Para pemimpin gereja harus mulai dari kaum muda untuk berpastoral sehingga mereka mengenal secara lebih dalam apa dan siapa itu kaum muda sesungguhnya.
2. Ritus-ritus yang kurang kreatif dan menarik hati serta terkesan monoton sehingga tidak memikat hati serta terasa membosankan.
Dalam sacrosantum concilium ( SC), ditekankan tentang perubahan dalam berliturgi. Namun perubahan itu tetap memerhatikan unsur terpenting dari setiap perayaan itu yaitu membawa semua orang kepada keselamatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan gereja lokal untuk berinkulturasi. Gereja harus kreatif membuat perubahan agar tidak terkesan monoton dan membosankan. Pentingnya inkulturatif agar menarik konteks kaum muda ke dalam liturgi sehingga kaum muda merasa terpikat. Pada dasarnya kaum muda menginginkan perayaan yang bernada pesta ( tidak bersifat formal) atau tidak terlalu kaku.
3. Katekese umat yang kategorial dan tidak perlu terlalu universal
katekese atau sering disebut pembinaan iman umat sangat penting untuk menumbuh kembangkan iman umat. Kaum mudapun perlu diberi pendalaman iman agar mereka bukan hanya sekedar suka dan tidak suka atau senang dan tidak senang dalam kehidupan menggereja, tetapi berdasarkan iman yang bersumber dari dalam diri yang dirahmati oleh Allah. Dalam berkatekese perlu membuat kategori-kategori khusus terhadap kaum muda bukan berupa pendalaman iman yang bersifat masal. Harus dibentuk kelompok pembinaan iman umat khusus kaum muda. Melalui cara ini kaum muda merasa disapa serta mendapat tempat sehingga kaum muda merasa kerasan dan menaruh minat yang penuh terhadap kegiatan menggereja. Lebih daripada itu iman kaum mudapun semakin bertumbuh menuju kedewasaan.
4. Kaum muda belum dipercaya penuh untuk memegang peranan penting dalam berliturgi ataupun kegiatan gerejawi lainnya. Banyak kegiatan menggereja didominasi oleh orang tua dan kaum muda belum dipercaya secara penuh dengan alasan bahwa kaum muda belum memiliki pengalaman yang memadai dalam berliturgi atau mananggung tugas gereja lainnya. Misalnya menjadi lektor, misdinar, pemazmur atau tugas-tugas lainnya. Kalau kaum muda tidak diberi ruang untuk bergerak maka mereka menjadi enggan untuk aktif. Mereka pergi ke gereja hanya untuk mengisi waktu atau gampangnya mereka lebih mudah untuk pindah ke aliran lain yang memberi mereka ruang untuk bergerak. “Kapan lagi kalau bukan sekarang, siapa lagi kalau bukan kami”. Inilah slogan kaum muda sekarang. Mereka juga menuntut hak untuk berpartisipasi.
5. Gereja belum memiliki sarana yang memadai untuk menyikapi kebutuhan kaum muda zaman sekarang yang dipenuhi dengan berbagai persoalan hidup. Kalau mau jujur, kaum muda sekarang dihinggapi oleh berbagai problem baik yang terungkap atau yang masih disembunyikan karena perasaan malu. Ketika kaum muda berusaha untuk meminta bantuan pihak gereja untuk meringankan beban hidup mereka, terkadang pihak gereja bersikap pasif dan diam saja. Hal ini bukan karena gereja tidak bisa, tetapi kurang adanya sarana. Pemimpin gereja (pastor paroki ) tidak mungkin berjalan sendirian . Dia harus bekerjasama dengan umat untuk membentuk komisi yang berkecimpung dalam kegiatan kepemudaan dan menjawab persoalan mereka. Kalaupun komisi itu sudah terbentuk, yang ada hanyalah nama atau sebuah lembaga tanpa makna. Ketika komisi itu tidak berfungsi, maka maknanyapun juga tidak ada. Oleh karena gereja harus sungguh mencari cara yang jitu agar persoalan kaum muda dalam berhadapan dengan jaman yang katanya edan ini terjawab
6. Peranan orang tua dalam membentuk dan membimbing anak mereka secara katolik masih setengah-setengah dan belum adanya ketegasan dari para orang tua dalam bersikap. Orang tua sebenarnya harus mengambil sikap yang tegas untuk menggiring anak mereka menuju kedewasaan kristiani. Oleh karena keluarga sering disebut gereja kecil. Sebagai gereja kecil, iman anak atau kaum muda hendaknya dimulai dari keluarga sebelum berkembang ke gereja yang dalam arti yang lebih luas. Namun keluarga-keluarga katolik yang ada di kota malang ini, khususnya di gereja paroki katedral Ijen lebih mengejar harta duniawi daripada memperhatikan anak-anak mereka.


VII. PENUTUP
Kami mengambil obyek penelitian ini karena peneliti merasa penting untuk mengetahui apa sebenarnya penyebab utama kaum muda merasa tidak betah di gereja katolik dan dengan mudah untuk berpindah ke aliran yang lain ( gereja protestan). Dalam gereja protestan mereka merasa disapa dan mendapat tempat untuk mengekspresiakn iman secara utuh dan total. Gereja protestan mampu menanggapi kegelisahan kaum muda yang nampaknya sedang berada dipersimpang jalan. Di mana mereka tidak tahu entah ke mana dan bagaimana mereka membawa hidup ini. Gereja yang lain mampu memberikan jawabannya.
Bersyukur bahwa tahun 2008 sekarang masih berkelanjutan sebagai tahun ke-23 bagi pimpinan gereja dalam menyapa kaum muda. Dalam pesannya menjelang hari orang muda sedunia di Sidney, Paus Benediktus XVI menegaskan kembali “gereja mesti percaya kepada kaum muda, sebab mereka inilah pelaku utama penginjilan ( bdk.Evanglii Nuntiandi 75) dan pelaku utama perutusan ( bdk. Redemtoris Missio 21). Sekarang ini sudah jaman globalisasi. Dan dampak buruk dari jaman globalisasi tidak bisa kita hindari.
Penelitian ini mau mengungkapkan apakah gereja lokal menyediakan tempat bagi kaum muda dan menyapa mereka atau sebaliknya kaum muda merasa tidak disapa serta tidak diberi ruang untuk bergerak yang membuat mereka memutuskan untuk pindah ke agama lain yang lebih memperhatikan mereka. Semoga hari kaum muda sedunia bisa menggema sampai ke seluruh gereja lokal sehingga gereja-gereja lokal bisa mengubah wajah dan rupanya serta kinerjanya dalam mewartakan dan menghadirkan kerajaan Allah ke dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please..comment